Friday, May 24, 2013

gede adeknya yaaaa







Memiliki alifah balqiz adalah anugrah terbesar dalam hidupku. Sebuah perjuangan panjang dibalik kehadiran mereka. Dan ternyata kehadiran merekapun mempunyai kerja keras dan perjuangan. Hingga di usia mereka sekarang 7, 5 tahun tumbuh kembang mereka mempunyai kisah sendiri. 

Kembar, ya mereka dikandung dan dilahirkan dalam waktu yang bersamaan. Saat mereka masih balita orang dengan mudah menebak bahwa mereka kembar. Namun di masa tumbuh kembangnya sekarang ini, sekilas penampilan mereka hanya tampak seperti kakak beradik. Bukan anak kembar.

Inshaa Allah dari kami, ayah bunda, tidak ada perbedaan kasih sayang, perhatian, cinta kasih, semampu kami memberikan porsi yang sama kepada mereka.

Seiring dengan tumbuh kembang mereka, perawakan badan balqiz terlihat lebih besar dari alifah. Baik dari berat badannya maupun dari tinggi badannya. Sehingga seringkali ditebak bahwa alifah adalah sang adik dan balqiz adalah sang kakak. 

Jujur, perbandingan tersebut terasa mengesalkan bagi alifah. Karena siapapun yang melihat mereka, dan ketika mengetahui bahwa si alifah adalah sang kakak, seketika akan berkomentar ‘gedean adiknya yaaaa’.  

Bagi teman yang memahami psikologi anak, biasanya hanya akan berbisik kepadaku, namuunnnn kebanyakan orang pasti akan segera berkomentar keras.

Ya tidak bisa dihindari memang, terlebih masyarakat kita terbiasa sekali dengan ‘perbandingan’. Tinggal aku yang selalu mengalihkan pembicaraan dan perhatian sehingga bisa menjaga perasaan alifah. Sulit rasanya tidak menerima komentar seperti itu. Jadi ya pinter-pinternya emake aja bagaimana mengalihkannya @_@

Jika Alifah mendengar seseorang berkomentar demikian, biasanya dia memilih diam saja. Nanti setelah kita hanya berdua saja, barulah dia akan ngobrol dengan aku, dia akan bertanya siapa yang tadi kita temui dan apa hubungannya dengan diriku. Diakhir obrolan barulah biasanya alifah akan mengatakan bahwa dia sebel disamain (dibandingkan besar badannya) sama adek :(

Bisa dan sangat memahami apa yang dirasakan oleh alifah, gak nyaman banget memang diperbandingkan, terlebih dengan adik sendiri.



Kenapa bisa tahu? Yaaaaa karena aku sendiri ‘dulu’ juga ngalamin hal serupa. Badanku dibandingkan dengan kedua adikku jauh lebih ‘mungil’ (dibaca : kecil) dari mereka, padahal rentang usia kami berbeda cukup jauh.


Harus diakui alifah memang lebih ‘picky’ terhadap apa yang dia makan. Apabila tampilan dari apa yang tersaji tidak menarik, atau tidak biasa dia lihat atau belum pernah dia rasakan, akan cari aman untuk tidak menyantapnya, kecuali dia sudah melihat aku terlebih dahulu menyantap makanan tersebut. Sementara balqiz yang penting apa yang dia rasakan di lidahnya enak, segala makanan akan mudah masuk. 

Daaaaannnn sebenarnya gak heran juga sih kalo alifah ‘picky’ karena emake alias eikeh juga ‘picky’ banget sama makanan. Sama sekali tidak suka pedas, tidak suka makanan berbumbu/ rempah. 

Ditambah dengan kondisi kesehatan alifah sendiri yang mudah sekali terserang asthma (lagi-lagi warisan emake). Tidak bisa kecapean, kemudian ada sekitar 13 item pemicu alerginya yang harus dihindari. Rasanya baru aja ‘gemukan’ dikit… eee begitu sesak napas 2 harian ajaaaa langsung deh kempes lagi badannya.

Jadi melihat alifah kecil mungil ya serasa melihat diriku sendiri sewaktu kecil dulu ^_*


Tuesday, May 14, 2013

Identitas anak dalam pro dan kontra



Akhir pekan lalu, Ali - salah satu keponakan bunda, hilang. Berusia 4,5 tahun. Lepasnya Ali dari pengawasan ibu dan orang dewasa di sekitarnya adalah disaat kami berkunjung menjenguk ke salah satu rumah keluarga yang sedang sakit.

Merasa bosan dengan ‘obrolan’ dan situasi yang membingungkan bagi anak kecil, melihat penjual mainan melintas di depan rumah membuatnya merasa tertarik. Tanpa sepengetahuan siapapun, melesatlah Ali mengikuti sang penjual mainan. Dan rupanya hal tersebut membuatnya menjadi tersesat. Terlebih area yang dijelajahi bukan merupakan area yang setiap hari dikenali.

Tersadar akan ‘raib’nya Ali membuat kita semua menjadi panik, merasa waktu yang kami habiskan untuk berkunjung tidak lebih dari 30 menit. Namun dalam waktu 30 menit tersebut banyak yang bisa terjadi.

Kepanikan, bingung, sedih, rasa bersalah, marah seketika menyelimuti benak orangtuanya dan tentunya kami semua yang berada di sana. Segera mengatur strategi pencarian, membagi tugas area pencarian, menugaskan untuk menyampaikan pengumuman melalui pelantang suara di masjid, mencetak foto, menghubungi beberapa sanak keluarga, bertanya-tanya kepada warga sekitar, semua kami lakukan.

Detik berganti menit berganti jam, kegelisahan semakin menyeruak, cuaca yang tidak bersahabat dengan turunnya hujan deras membuat kondisi semakin menggelisahkan. Berbagai pemikiran serta merta berloncatan di dalam benak. Dering suara telpon selalu membuat terlonjak hati dan harapan cemas, demikian apabila ada kerabat yang kembali dari area pencariannya.

Hingga jelang malam tiba, sekali lagi kami mengumandangkan pengumuman melalui pelantang suara di mesjid. Sekitar setengah jam kemudian, datang dua remaja dengan langkah bergegas menghampiri rumah kakak ipar bunda yang menjadi posko. Mereka menanyakan apakah benar kami yang kehilangan seorang anak? Iya! Mereka menyampaikan bahwa di mesjid yang baru saja mereka lalui juga mengumumkan bahwa telah ditemukan seorang anak. Barangkali itu adalah anak yang kami cari. Seketika berhamburan dengan kencang diantar oleh kedua remaja tersebut untuk melihat kemungkinan tersebut.

Dan,……….

Alhamdulillah sujud syukur kami padaMU Ya Allah Ya Rabb. Anak itu benar keponakan bunda, Muhammad Ali Fikri. Cukup jauh langkah kecilnya melangkah, sekitar 3km jauhnya dari kami.
Menjadi sebuah pelajaran penting bagi kami semua, bahwa tidak boleh ada sedikit ruang lengah dalam pengawasan terhadap anak. Menjadi teguran keras juga bagi bunda, yang terkadang bersikap ‘sepele’ aaahhhh… si kembar main kok disekitar sini @_@
 
Belum hilang rasa cemas ini bergelayut, semalam melalui status seorang teman, menyuarakan kegundahannya akan hilangnya seorang sanak keluarganya. Yang mengkuatirkan anak tersebut adalah seorang penyandang Down Syndrome, yang mempunyai kesulitan berkomunikasi dan berorientasi lingkungan. 

Ikut merasakan kesedihan dan memikirkannya :(

Mengaitkan kedua kejadian ini, bunda kembali disentakkan akan sebuah diskusi yang sudah lama sekali. Bahkan bunda sudah lupa dengan siapa saja waktu itu kami berdiskusi. Bunda hanya mengingat materi diskusinya adalah “pemberian identitas” pada balita dan anak berkebutuhan khusus (abk) yang belum memiliki kemampuan berkomunikasi atau berorientasi dengan baik.

Diskusi tersebut menuai pro dan kontra. 

Apapunlah bentuk identitas tersebut, mulai dari gelang berukir nama dan nomer kontak, id card yang digantungkan pada lehernya atau disematkan di baju, maupun bentuk-bentuk lainnya.

Yang pro karena memikirkan bahwa lepasnya anak dalam pengawasan orang dewasa dengan memakaikan identitas anak akan dengan mudah membantu orang yang menemukan anak tersebut. Namun yang kontra memikirkan bahwa identitas tersebut bisa dengan mudah disalah gunakan bagi siapapun yang kebetulan membaca.

So,….. apa pendapat kalian wahai para orangtua yang baik hati dan tidak sombong ? 




Wednesday, May 1, 2013

wahai suami,...

tausiah hari ini :
Wahai para suami!
1. Apa yang memberatkanmu—wahai hamba Allah—untuk tersenyum di hadapan istrimu ketika masuk menemuinya, agar engkau memperoleh ganjaran dari Allah Ta’ala?

2. Apa yang membebanimu untuk bermuka cerah ketika melihat istri dan anak-anakmu, padahal engkau akan mendapatkan pahala karenanya?

3. Apa sulitnya apabila engkau masuk ke rumah sambil mengucapkan salam secara sempurna: “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,” agar engkau memperoleh tiga puluh kebaikan?

4. Apakah yang menyusahkanmu jika engkau berkata kepada istrimu dengan perkataan yang baik, sehingga dia meridhaimu, sekalipun dalam perkataanmu tersebut agak sedikit dipaksakan?

5. Apakah menyusahkanmu—wahai hamba Allah—jika engkau berdo’a: “Ya Allah. Perbaikilah istriku, dan curahkan keberkahan padanya?”

6. Tahukah engkau bahwa ucapan yang lembut merupakan sedekah?

7. Apa yang memberatkanmu untuk membawa hadiah (oleh-oleh) untuk istri dan anak-anakmu ketika engkau pulang dari safar?

8. Luangkan waktumu untuk menemani istrimu membaca al-Qur-an, membaca buku-buku yang bermanfaat, dan mendatangi majlis ta’lim (majelis ilmu) yang mengajarkan al-Qur-an dan as-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat.

9. Tahukah engkau wahai hamba Allah, bahwa jima’ (ber­setubuh) akan mendatangkan ganjaran dari Allah? Bahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(( مِنْ أَمَاثِلِ أَعْمَالِكُمْ إِتْيَانُ الْحَلَالِ – يَعْنِى النِّسَاءَ. ))

“Di antara amal perbuatan kalian yang paling utama adalah mendatangi (bersetubuh) yang halal, yaitu dengan istri-istri kalian.”

[Hadits shahih: diriwayatkan oleh Ahmad (IV/231), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ (II/26, no. 1391), dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir (XXII, no. 848). Lihat: Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 441)]