Hari ini, Jumat 19 April 2013
bersama si kembar, kembali bunda jalan-jalan dengan menggunakan moda angkutan
TransJakarta ato orang lebih senang menyebutnya dengan ‘baswe’. Kesempatan seperti
ini bukan yang pertama kali, karena intinya bagi kami adalah memanfaatkan “quality
time” bersama ayah saat berangkat bersama-sama menuju kantor ayah, dan kembali
ke rumah dengan moda angkutan umum.
Rute yang dilalui adalah naik
dari halte depan Mall Artha Gading menuju Cililitan, dan nantinya akan berganti
koridor di UKI melanjutkan rute tujuan akhir halte Pinang Ranti.
Karena hitungan hari masih
pagi ( pukul 08.30 wib), dan rute yang dijalani juga bukan rute yang ‘sibuk
serta padat’. Si kembar bisa menikmati perjalanan dan bunda pun bisa leluasa menjadi
‘mata’ bagi balqiz bercerita banyak hal.
Hingga kita sampai di halte
UKI, dimana harus berganti ‘baswe’ dengan rute yang berbeda. Alhamdulillah petugas
yang berjaga cukup sigap membantu bunda yang harus menggandeng si kembar di
tangan kiri kanan.
Tidak lama menunggu di halte
UKI, baswe yang menuju Pinang Ranti datang. Cukup banyak penumpang yang turun
saat itu. Dengan sabar menanti mereka turun terlebih dahulu, barulah kita bisa
masuk.
Nah saat mau masuk ke dalam
badan bis tersebutlah, kejadian mengesalkan itu terjadi. Petugas yang berjaga
yang seharusnya mengawasi penumpang turun dan naik badan bis, kalau-kalau ada
yang membutuhkan bantuan/ pertolongan tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Dia
malah bercanda dengan petugas crew halte (kebetulan wanita) dengan menarik
narik tangannya dan menggodanya.
Sementara saat itu bunda
sedang mau melangkah masuk ke dalam bis dengan kedua tangan menggandeng alifah
serta balqiz. Harus menggandeng anak dua serta harus memperhatikan langkah
mereka berdua karena posisi badan bis yang tidak bisa ‘rapat’ dengan lantai
halte. Alifah bisa dengan mudah melangkah walaupun penuh resiko juga bagi
langkah kecilnya, sementara bagi balqiz? Tentunya bunda harus lebih konsentrasi
dalam membimbing langkah balqiz.
Seandainya petugas tersebut
benar menjalankan tugasnya, tentu bisa membantu langkah alifah dan menjaganya
sementara bunda konsentrasi mendampingi balqiz. Kenapa harus lebih konsentrasi
dalam mendampingi balqiz, karena balqiz adalah penyandang tunanetra, sehingga
dia tidak bisa melihat seberapa jauh dia harus melangkah supaya bisa aman masuk
ke dalam badan bis
Namun yaitu, yang terjadi
petugas tersebut, kemudian bunda tahu namanya adalah Rosyid, tetap bercanda
hingga kami sudah masuk ke dalam badan bis dan pintu tertutup.
Apes bagi Rosyid yang
dihadapi adalah bunda! Segera omelan bunda layangkan. Dan sesampainya di halte
pemberhentian akhir Pinang Ranti, bunda mencari petugas berwenang yang saat itu
berjaga. Bunda melayangkan complain dilayani oleh Pak Dadang.
Janji yang diucapkan Pak
Dadang bahwa akan diberikan sangsi kepada Rosyid. Sebenarnya Rosyid juga sudah
meminta maaf kepada bunda. bukan maaf yang penting disini. Namun keteledorannya
dalam bertugas berdampak pada keselamatan penumpang.
Seorang bapak yang mengetahui
peristiwa itu, sempat menyeletuk, “toh gak apa apa kan, ngapain ribut”
hehehehehehe maaf ya bapak tua, bapak salah nyeletuk kok sama bunda!! Apes ya
pak… saya omelin juga.
Maaf, ya akan bunda maafkan. Namun,
sikap ‘bercanda’ dalam tugas akan berdampak pada keselamatan penumpang,
terlebih yang dihadapi adalah penumpang dengan membawa anak, penumpang lansia,
ibu hamil, penyandang disabilitas yang ‘mungkin’ membutuhkan bantuan/
pertolongan.
Mungkin yaaaa, walaupun
mereka mereka sebenarnya membutuhkan bantuan dan kebetulan juga berhadapan
dengan petugas yang ‘lalai’, yakin banget kalau sebagian besar hanya berdiam
diri tidak bereaksi mengajukan complain walaupun di dalam hati memendam
kekesalan.
Jika semua orang bereaksi
diam saja, bagaimana bisa ada perbaikan? Bagaimana bisa penumpang mendapatkan
haknya? Padahal penumpang sudah membayar jasa sebagai kewajiban. Dan bunda juga
membayar untuk 3 orang penumpang.
Makanya bunda bilang, apes
bagi Rosyid karena yang dihadapi adalah bunda, yang tukang complain, tukang ngomel
dan kebetulan juga sedang membawa si kembar dan salah satu dari mereka adalah
penyandang disabilitas tunanetra.
Sebenarnya tujuan complain
tersebut bukan hanya sebagai shock terapy bagi Rosyid bahwa hal yang terlihat
sepele mempunyai dampak besar. Juga menjadi perhatian bagi manajemen yang
artinya belum secara serius memberikan pembekalan bagi petugas lapangan.
Dan membelajaran ajuan
complain juga sebagai proses pembelajaran bagi si kembar. Bahwa jika mereka
merasa ‘hak’ nya tidak bisa terpenuhi, mereka bisa mengajukan complain. Terutama
proses pembelajaran ini bunda tujukan bagi balqiz. Sebagai penyandang
disabilitas, balqiz harus punya keberanian untuk menyuarakan ‘hak’ nya.