Tuesday, February 9, 2010

bahan renungan bagi orangtua

sebuah setting diruang keluarga, seorang anak berusia 4 tahun sedang mewarnai gambar ditemani sang ibu

anak ; ibu tadi di sekolah pas mau belajar, kepalaku dipukul sama A
ibu yang shock mendengar cerita sang anak, berlagak cuek sambil menyodorkan pensil warna kepada sang anak

ibu; emang kamu ngapain nak, kok sampai dipukul sama A
anak ; gak ngapa ngapain bu, kan aku mau belajar
ibu ; o... trus ada yang lihat gak? bu guru dimana?
anak ; ndak tau... *jawaban tidak jelas*
ibu ; kamu nangis gak?
anak ; gak. tapi sakit bu
ibu ; kamu balas mukul gak nak?
anak ; gak, kan aku kecil
ibu ; lohhhhh kan ibu udah ajarin kalo A mukul atau nakal sama kamu, balas aja *sang ibu meradang*

esok hari segera sang ibu menemui ibu guru kelas sang anak. niatan hati mau mengadukan cerita sang anak ternyata disambut dengan curhatan hati sang ibu guru yang mengeluhkan bahwa dirinya juga sudah tidak tahu harus bagaimana mengatasi 'tingkah laku A' dan mengatakan sudah dalam tahap putus asa, bahkan juga bercerita kalau dirinya pun juga sudah merasakan berkali-kali 'dipukul oleh A'. merasa tidak berhasil menemukan solusi pada ibu guru kelas, akhirnya sang ibu melanjutkan langkah menuju ruangan kepala sekolah.

sang kepala sekolah mengatakan memang sudah menjadi perhatian sekolah, tetapi memang belum dilakukan 'sesuatu' untuk bisa mengatasi masalah ini. sang ibu mengatakan bahwa perlu dicatat bahwa kejadian serupa sudah bukan yang pertama kalinya namun sudah berkali-kali. jadi selama ini sang ibu hanya mengamati dan mendengarkan cerita-cerita dari para orangtua lainnya yang mengeluhkan anaknya 'dipukul' atau 'dijambak' atau 'didorong' bahkan ada yang 'dilempar mainan' oleh A. namun karena sang ibu merasa anaknya masih aman-aman saja dari 'ulah A' ya sang ibu cukup sebagai pengamat saja. namun kali ini karena sang anak sudah menjadi korban, dan tidak ingin sang anak menjadi korban ke-2 kalinya jadilah sang ibu mendesak 'sekolah' harus berbuat sesuatu untuk mengatasinya. dalam hal ini memang sekolah harus duduk bersama sama dengan sang orangtua A untuk bisa mencarikan solusi bagi masalah A. ada apakah dibalik 'ulah/ tingkah A' yang sulit dikendalikan.

suatu kebetulan sekali, sesaat sang ibu keluar dari ruangan kepala sekolah, melihat bahwa A diantar lengkap oleh kedua orangtuanya sekaligus oleh nenek dan pengasuhnya. tidak membuang kesempatan, sang ibu segera menemui orangtua A. namun sambutan dari orangtua A sangat mengecewakan sang ibu..... terlebih kemudian sang orangtua A segera buru-buru meninggalkan halaman sekolah, mau menuju kantor. sang ibu hanya bisa menunggu solusi apa yang akan dibuat oleh sekolah.

cerita-cerita yang beredar mengatakan bahwa si A memang amat dimanjakan oleh orangtuanya, segala permintaan selalu dikabulkan dan semua ulahnya dianggap sebuah kelucuan.

--------------------------

dari cerita diatas, bunda merenung dan berpikir,.... sekaligus menalaah pola asuh yang bunda terapkan pada si kembar. sudahkah ayah&bunda memberikan pola asuh yang baik bagi si kembar? amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada ayah&bunda? terlebih dengan keistimewaan yang Allah SWT berikan bagi balqiz?

bunda bukan seorang psikolog anak, bukan seorang praktisi pengasuhan pendidikan anak, bukan pula seorang yang ahli dalam urusan anak. bunda masih dalam tahap tryal & error dalam mengasuh si kembar. bunda hanya berusaha meminimalkan 'error' yang terjadi dalam pola asuh yang bunda terapkan. dan dengan jujur bunda katakan dalam usia 40-an ini tidak mudah menyamakan langkah dan pemikiran dengan balita.

tiap orangtua memang dan sudah pasti, memiliki pola asuh yang berbeda yang diterapkan kepada anak-anaknya. hanya rasanya tiap orangtua mempunyai harapan yang sama kepada anak-anaknya, menjadikan anak-anaknya baik akhlaknya, bermoral, dan mempunyai masa depan yang baik. untuk mencapai semua harapan itulah akan diusakahan oleh sang orangtua dengan segala cara. dan proses pencapaian inilah yang juga berbeda-beda. dan tiap orangtua juga mempunyai standarisasi yang berbeda dalam toleransi menghadapi ulah tingkah pola anak-anaknya.

bunda hanyalah seorang pengamat yang 'tidak punya ilmu sebagai dasar mengamati', kesemuanya yang tertulis disini hanyalah berdasarkan pemikiran bunda saja. bunda mengamati bahwa 'karakteristik yang dibawa seorang anak, yang muncul di sekolah adalah karakteristik yang memang terbentuk dirumah'. atas dasar apa? jika dalam satu hari ada 24jam, maka berapa jam yang berada di sekolah dan berapa jam yang berada dirumah? untuk sekolah taman kanak kanak, paling berkisar hanya 3-4 yang dihabiskan di sekolah. selebihnya yang 20an jam sang anak berada dirumah yang mana merupakan tanggungjawab orangtua. jadilah pola asuh yang 20-an jam inilah yang berpengaruh besar pada pertumbuhan karakter, sosial emosi, tumbuh kembang anak.

sehingga idealnya orangtualah yang pertama kali mengetahui sifat-sifat jelek, tingkah pola sang anak yang 'keluar dari garis standar' yang ditetapkan oleh sang orangtua. kasarnya orangtualah yang pertama kali tahu anaknya nakal! namun perlu diingat juga garis standar toleransi orangtua juga berbeda. jika menurut mata si ibu Z sudah nakal tapi menurut si ibu X masih oke-oke saja. ini yang terkadang membawa masalah dalam bersosialisasi.

dalam proses bersosialisasi inilah pernak pernik bermunculan. salah satunya kasus diatas. mungkin bagi orangtua A, memukul, melempar mainan, mendorong dll masih dalam 'garis standarisasi'-nya tetapi bagi sang ibu dari anak yang menjadi korban pemukulan melihat bahwa hal itu tidak dapat ditolirer dan sudah masuk dalam wilayah yang membahayakan bagi anaknya. sehingga memang diperlukan sebuah forum yang difasilitasi oleh satu pihak, dalam kasus tersebut diatas oleh pihak sekolah karena lokasi terjadinya peristiwa adalah di sekolah, untuk duduk bersama dan mencari solusi yang baik bagi semua pihak.

bagaimana dengan pendapat para sahabat sekalian? dari kasus diatas.....
dan,..

bagaimana dengan sang orangtua A jika dia berada dalam posisi yang sebaliknya, dimana anaknya A yang menjadi korban?

Monday, February 1, 2010

hadley's course

keinginan untuk selalu menambah ilmu ada, tetapi rasanya jika harus mengikuti masa perkuliahan lagi kok 'udah gak mampu' lagi ya. terutama jika harus meninggalkan banyak tugas urusan rumah dan anak-anak. jujur bunda kagum dengan semangat sahabat-sahabat bunda yang tidak lelah untuk terus menuntut ilmu, jeng ninik, jeng yanti, jeng isma contohnya. wow!! salut dan acungan jempol dua buat mereka. tetap bersemangat menuntut ilmu sekaligus berjauhan dengan keluarga. rasanya kok cuma mimpi doang yaaaaa bunda bisa keik mereka.

mendekatkan diri dengan mimpi-mimpi 'sekolah' bunda, bunda mendaftarkan diri aja ke the hardley school for the blind. disini banyak pilihan course singkat mengenai bagaimana caranya belajar braille, bagaimana menghandle anak-anak berkebutuhan khusus utamanya tunanetra, utamanya course ini diperuntukkan untuk para tunanetra, keluarga yang memiliki anak tunanetra dan para profesional yang bekerja atau concern terhadap para tunanetra. media pembelajarannya pun bisa online, bisa tatap muka, bisa berbentuk pengiriman modul-modul ke rumah. dan yang utama lagi adalah, course ini gratissssss!!!





bunda mengambil course Family Education Program, dengan pilihan subject Early Independence. subject ini terdiri dari 7 modul yang akan dikirimkan ke bunda secara bertahap. tiap modulnya selain ada materinya juga ada ujiannya.

berharap banget bisa mengikuti semua modul dan semua subject yang ditawarkan di hadley ini. walau yang pasti belajarnya kudu ditemani oleh buku kamus yang teballllllllll banget!!! hehehehehehe.....