Tidak
harus menunggu lama para peserta seminar segera memenuhi ruangan gedung sekolah
Bahasa Hati. Tepat pukul 09.00 wita acara bisa dimulai.
Dibuka oleh Ibu Maria
Maghdalena Pohan selaku Ketua Yayasan Bahasa Hati. Beliau menyampaikan bahwa
kehadiran Bahasa Hati merupakan pelengkap dari Sekolah Luar Biasa yang sudah
ada. Berharap Bahasa Hati bisa berpartisipasi dalam pelayanan pendidikan bagi
Anak Berkebutuhan Khusus. Sehingga akan semakin banyak ABK yang bisa mandiri
dan berkembang sesuai dengan kemampuan dan talenta yang dimiliki.
Sambutan
berikutnya dari Ibu Yuli Datubua mewakili donatur acara bercerita seingatnya
sepanjang belio berada di Sangatta ini baru dua kali ada seminar parenting,
yang pertama mengupas parenting secara umum dan jika yang bertemakan mengenai
Anak Berkebutuhan Khusus baru kali ini dia temui.
Sebagai
tanda dibukanya seminar dan peresmian dari Sekolah Bahasa Hati ini, Ibu Maria
dan Bapak Dohar A. Nasution melakukan pemotongan tumpeng yang kemudian
diserahkan kepada narasumber.
Dalam
acara seminar dengan tema “PERAN ORANGTUA DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS” ada tiga narasumber yang akan berbagi yakni Ibu dr. Meitha
Togas, SpA mengupas kesehatan secara umum bagi ibu hamil dan anak balita
khususnya Anak Berkebutuhan Khusus. Ibu Siti Latifah, Psi menyampaikan bahwa
totalitas penerimaan orangtua atas ABKnya akan berdampak pada pesatnya tumbuh
kembang.
Sesi terakhir dari bunda Ibu Primaningrum sharing sebagai role
models orangtua dari ABK.
Antusias
para peserta sangat besar, pada sesi tanya jawab bertubi-tubi melayangkan
pertanyaan. Seolah berlomba mereguk air disaat kehausan. Target peserta yang 50
orang akhirnya bisa mencapai 87 orang peserta seminar di sebuah kota kecil
Sangatta adalah sebuah pencapaian yang luar biasa.
Sebagai
apresiasi bagi peserta yang melayangkan pertanyaan, panitia memberikan
doorprice majalah Diffa dan voucher berlangganan majalah tersebut selama 6
bulan. Wow…. gak pake koprol. Dari bincang-bincang singkat bersama
beberapa peserta, mereka surprise bahwa ternyata ada ya majalah yang mengupas
dunia disabilitas.
Diakui oleh Pak Ariesto, Kepala
Sekolah SLB Negeri Sangata juga menyampaikan bahwa dia sangat membutuhkan
sekali berbagai informasi seputar dunia disabilitas, dan menanggapi keberadaan majalah Diffa yang baru pertama
kali dia pegang dan baca. Sebuah wawasan baru diterimanya.
Dan keberadaan
Sekolah Bahasa Hati akan menjadikan teman seperjalanan dalam melayani ABK, karena
harus diakui bahwa terkendala akan daya tampung serta SDM di SLB Negeri yang
juga terbatas. Sementara masih banyak ABK yang belum bisa mendapatkan
kesempatan untuk belajar
Sementara
Pak Suryo menyampaikan bahwa dia sangat senang sekali bisa hadir dan
berpartisipasi dalam seminar ini. Bahkan meminta seminar seperti ini seharusnya
bisa sering diadakan agar semakin bertambah ilmunya sebagai orangtua dari ABK,
lagi-lagi mengutarakan keluhan betapa terpencilnya wilayah Sangatta ini dari
berbagai ilmu, informasi dan wacana.
Tidak
bisa dipungkiri lokasi kota Sangata yang harus ditempuh kurang lebih selama 8
jam perjalanan darat dari Balikpapan menjadi salah satu kendala kurangnya
berbagai informasi yang dibutuhkan
Beruntung
moderator acara Ibu Fira Agustin mengajak para peserta melakukan ice breaking
dengan bernyanyi, melakukan gerakan terapi, bergerak mengikuti lagu, guna
memecah kebosanan dan rasa ngantuk, sehingga semua masih bersemangat serta
memberikan perhatian sepanjang acara berlangsung.
Di saat rehat lantunan merdu suara Kezia dan Lina menghibur pada peserta. Putri kembar Ibu Maria M. Pohan dan
Bapak Dohar Nasution. Kezia dan Lina menyandang
tunanetra karena Retinopathy of Prematurity (ROP) saat ini sudah berusia 11
tahun.
Kezia dan Lina sangat senang dan bangga bisa bernyanyi dihadapan hadirin semua, bahkan Kezia sempat menangis terharu.
Dan saat rehat itu pula peserta
bisa berkeliling menjelajahi ruangan-ruangan yang ada di Sekolah Bahasa Hati. Mereka
sangat tertarik sekali melihat berbagai alat peraga yang dimiliki Bahasa Hati. Berbagai
puzzle, balok, alat-alat permainan yang bisa berfungsi melatih motorik halus. Jika
melihat harga dasar dari berbagai permaianan/ alat peraga tersebut tidak
terlalu mahal, kisaran harga dari rp. 15.000,- – rp 185.000,- namun membuat
menjadi mahal karena memperhitungkan biaya pengiriman/ pengadaan barang-barang
tersebut yang masih harus didatangkan dari luar Kalimantan. Untuk itu Ibu Maria
sangat berterimakasih banyak kepada para sahabat-sahabat yang sudah memberikan alat-alat
peraga/ permainan tersebut.
Akhir paparan narasumber ditutup oleh perenungan dari Bapak Sigid Widodo, Direktur YayasanPendidikan Rawinala – Jakarta. Menyimpulkan dari materi yang sudah disampaikan
oleh ketiga narasumber sebelumnya, kemudian mengajak para peserta untuk merenung
kembali, bahwa keberadaan Anak Berkebutuhan Khusus dalam sebuah keluarga adalah
bukan sebuah petaka. Mereka hadir tanpa bisa memilih siapa yang menjadi
orangtua mereka. Sama halnya dengan diri kita dahulu juga tidak bisa memilih
siapa yang akan menjadi orangtua kita. Diajak untuk bisa memeluk buah hati
mereka dan menyanyangi tanpa syarat.
Sebagai penghargaan bagi para narasumber, Ibu Maria Pohan memberikan souvenir kenang-kenangan dari Bahasa Hati menutup rangkaian acara seminar
Sesi foto bersama yang penuh dengan keriuhan para peserta menutup perjumpaan di sore hari.
No comments:
Post a Comment