Sunday, December 16, 2012

bunda goes to Kalimantan - Surabaya (part 7)



Terbangun pukul 05.00 wita di pagi hari Minggu, 21 Oktober 2012. Suasana pagi ini terasa tenang dan berjalan lambat. Kezia Lina masih terlelap dengan tenangnya. Dari sela-sela tirai mulai terlihat semburat pagi. Perlahan turun dan kemudian segera melaksanakan shalat Subuh.

Damai rasanya menikmati pagi hari baru dengan mendengar kicau burung, suasana lingkungan yang tenang, udara segar bebas dari polusi. Hanya kemudian bunda berpikir, mungkin dalam waktu sebulan akan sangat menyenangkan rasanya tinggal di sini, namun lebih dari itu pasti jiwa metropolitan akan berontak. Bu Maria sendiri mengatakan bahwa dirinya dan anak-anak perlu waktu hampir satu tahun untuk bisa benar-benar menyesuaikan diri dan menikmati ritme kehidupan di Tanjung Bara – Sangatta.



 Barulah pagi ini bunda bisa melihat-lihat lingkungan sekeliling rumah rumah. Jarak antara rumah tetangga berkisar sekitar 20-30 meter. Sehingga antar tetangga tidak akan saling terganggu akan aktifitas masing-masing. Rumah kayu berbentuk panggung ini terdiri dari dua lantai. Lantai basement adalah area service. Rumah yang memiliki tiga kamar ini terasa nyaman sekali.




Sekitar pukul 06.00 wita barulah seluruh penghuni rumah terbangun dan beraktifitas. Celoteh cerita dan berbagai obrolan terlontar disana sini. Walaupun sempat terdengar seruan kecewa dari KezLin karena mereka tidak diijinkan untuk bisa mengantar bunda ke Samarinda tidak mengurangi keceriaan.

Akhirnya Kezia bercerita mengapa dia menangis haru saat bernyanyi di acara seminar kemarin. Ya dia merasa haru, senang, dan sedih semua campur aduk katanya. Berbulan sebelumnya merencanakan seminar dan peresmian sekolah mereka dimana mereka turut andil dan mengetahui bagaimana semua proses dalam perencanaan acara. Mengetahui bagaimana jerih payah mama dan papanya memulai membangun sekolah selama dua tahun terakhir hingga akhirnya bisa diresmikan kemarin. Mengetahui bahwa kami, bunda dan Pak Sigid bersedia jauh-jauh datang dan menginap dirumah mereka, kemudian juga mengikuti rangkaian acara seminar dengan tekun sejak pagi hingga acara tuntas selesai. Semua memenuhi benaknya dan menjadikan keharuan tersendiri bagi Kezia.



 
Ya… Kezia memang lebih ‘sensitif perasaannya’. Diakhir cerita dia memeluk bunda dan mengatakan ‘terimakasih ya tante prima mau datang'.

Saat sarapan pagi, kami masih meneruskan obrolan seru. Mendengar curhatan Kezia bahwa terkadang dia benci karena banyak orang  abang, adiknya sering mengandalkan dirinya untuk membereskan atau menyelesaikan pekerjaan yang sebenarnya bukan menjadi tugas atau tanggung jawab Kezia. Kezia punya tugas untuk menyiapkan minuman dan membereskan meja serta mencuci piring dirumah. Ya keluarga Ibu Maria memang tidak memiliki asisten rumah tangga, sehingga mereka berlima berbagi tugas dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Ya, terbukti kan bahwa anak anak yang memiliki gangguan penglihatan, bisa mandiri dalam bina diri.




 Setelah selesai packing, tibalah saatnya berpamitan. Berpamitan dengan abang Enrique, Kezia dan Lina yang tidak ikut mengantar bunda ke Samarinda. Sedih dan haru saat memeluk mereka. Entah kapan bisa bertemu dengan mereka kembali. Berharap tidak harus menunggu waktu yang lama. 

Pukul 09.00 wita kami meninggalkan BP 42 Batu Putih menuju Samarinda. Perjalanan panjang menanti di depan sana. Sekitar 3-4 jam diperlukan untuk menempuh Sangatta – Samarinda. Bunda menyebutkan ‘pulang kampong’. Ya tahun 1982 hingga tahun 1986 bunda pernah tinggal dan bersekolah di Samarinda. Bunda tinggal di daerah Jl Juanda Air Putih waktu itu dan bersekolah di SMP Negeri 1 Samarinda dan SMA Negeri 3 Samarinda. Saat naik ke kelas dua SMA, bunda pindah ke Jakarta mengikuti tugas Bapak yang kembali dipindahkan.Pekerjaan Bapak memang mengharuskan kami sekeluarga berpindah-pindah daerah dalam beberapa tahun.

Sebelum meninggalkan kota Sangatta, menyempatkan berfoto dulu di dua mascot Sangatta. Hahahahaha….. memenuhi keinginan terpendam juga gurau Bu Maria, karena selama ini dia belum nemu teman yang bisa diajak foto di dua mascot tersebut, karena Pak Dohar dan anak-anak tidak pernah mau diajak berfoto disana ^_*




 Perjalanan panjang dimulai. Asli bener-bener perjalanan yang seru, selain memang rute yang panjang, beberapa kondisi jalanan yang tidak mulus, serta kelak-kelok jalanan yang ‘aduhai’ sukses membuat bunda ‘melayang’. Akhirnya mencoba ngemil keripik singkong yang dibawa cukup membantu mengurangi rasa ‘nano-nano’. Kemudian sempat berhenti sebentar di Tahu Sumedang untuk menghirup udara dan meluruskan pinggang. Bu Maria sempat membeli tahu goreng dan tape singkong serta cemilan beberapa gorengan lainnya. Bersyukur setelah itu mereda dan bisa segar kembali. 

Menjelang tengah hari, kami sudah memasuki kota Samarinda. Tidak terlalu pangling, walaupun pembangunan gedung dan perubahan kota cukup drastis, namun walau sudah 27 tahun berlalu tetap bisa segera mengenali. Kami menuju ke mall Mesra untuk makan siang. Memilih resto yang netral kami memilih Solaria. Sembari makan mencoba kontak dengan teman bunda. Dan Alhamdulillah dia sudah menyiapkan tempat menginap buat bunda. Segera setelah makan, bunda diantar ke Hotel Mesra Indah.

Bapak Dohar dan Bu Maria segera akan kembali menempuh perjalanan ke Sangatta. Sementara Pak Sigid akan pulang ke Jakarta esok pagi dengan pesawat pertama dari bandara Sepinggan Balikpapan. Berpamitan dengan mereka sempat melarutkan perasaan. Terimakasih Pak Dohar, Ibu Maria atas undangannya dan kesempatan yang diberikan kepada bunda. Semoga apa yang telah bunda sampaikan dan lakukan bisa membawa berkah buat banyak orang, serta sukses selalu dengan Bahasa Hati 








No comments:

Post a Comment