Terbangun
pukul 05.00 wita di pagi hari Minggu, 21 Oktober 2012. Suasana pagi ini terasa
tenang dan berjalan lambat. Kezia Lina masih terlelap dengan tenangnya. Dari
sela-sela tirai mulai terlihat semburat pagi. Perlahan turun dan kemudian
segera melaksanakan shalat Subuh.
Damai
rasanya menikmati pagi hari baru dengan mendengar kicau burung, suasana
lingkungan yang tenang, udara segar bebas dari polusi. Hanya kemudian bunda
berpikir, mungkin dalam waktu sebulan akan sangat menyenangkan rasanya tinggal
di sini, namun lebih dari itu pasti jiwa metropolitan akan berontak. Bu Maria
sendiri mengatakan bahwa dirinya dan anak-anak perlu waktu hampir satu tahun
untuk bisa benar-benar menyesuaikan diri dan menikmati ritme kehidupan di
Tanjung Bara – Sangatta.
Barulah
pagi ini bunda bisa melihat-lihat lingkungan sekeliling rumah rumah. Jarak
antara rumah tetangga berkisar sekitar 20-30 meter. Sehingga antar tetangga
tidak akan saling terganggu akan aktifitas masing-masing. Rumah kayu berbentuk
panggung ini terdiri dari dua lantai. Lantai basement adalah area service.
Rumah yang memiliki tiga kamar ini terasa nyaman sekali.
Sekitar
pukul 06.00 wita barulah seluruh penghuni rumah terbangun dan beraktifitas.
Celoteh cerita dan berbagai obrolan terlontar disana sini. Walaupun sempat
terdengar seruan kecewa dari KezLin karena mereka tidak diijinkan untuk bisa
mengantar bunda ke Samarinda tidak mengurangi keceriaan.
Akhirnya
Kezia bercerita mengapa dia menangis haru saat bernyanyi di acara seminar
kemarin. Ya dia merasa haru, senang, dan sedih semua campur aduk katanya. Berbulan
sebelumnya merencanakan seminar dan peresmian sekolah mereka dimana mereka
turut andil dan mengetahui bagaimana semua proses dalam perencanaan acara.
Mengetahui bagaimana jerih payah mama dan papanya memulai membangun sekolah
selama dua tahun terakhir hingga akhirnya bisa diresmikan kemarin. Mengetahui
bahwa kami, bunda dan Pak Sigid bersedia jauh-jauh datang dan menginap dirumah
mereka, kemudian juga mengikuti rangkaian acara seminar dengan tekun sejak pagi
hingga acara tuntas selesai. Semua memenuhi benaknya dan menjadikan keharuan
tersendiri bagi Kezia.
Ya…
Kezia memang lebih ‘sensitif perasaannya’.
Diakhir cerita dia memeluk bunda dan mengatakan ‘terimakasih ya tante prima mau
datang'.
Saat
sarapan pagi, kami masih meneruskan obrolan seru. Mendengar curhatan Kezia
bahwa terkadang dia benci karena banyak orang abang, adiknya sering mengandalkan dirinya
untuk membereskan atau menyelesaikan pekerjaan yang sebenarnya bukan menjadi
tugas atau tanggung jawab Kezia. Kezia punya tugas untuk menyiapkan minuman dan
membereskan meja serta mencuci piring dirumah. Ya keluarga Ibu Maria memang
tidak memiliki asisten rumah tangga, sehingga mereka berlima berbagi tugas dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Ya, terbukti kan bahwa anak anak yang
memiliki gangguan penglihatan, bisa mandiri dalam bina diri.
Setelah
selesai packing, tibalah saatnya berpamitan. Berpamitan dengan abang Enrique,
Kezia dan Lina yang tidak ikut mengantar bunda ke Samarinda. Sedih dan haru
saat memeluk mereka. Entah kapan bisa bertemu dengan mereka kembali. Berharap tidak
harus menunggu waktu yang lama.
Pukul
09.00 wita kami meninggalkan BP 42 Batu Putih menuju Samarinda. Perjalanan
panjang menanti di depan sana. Sekitar 3-4 jam diperlukan untuk menempuh
Sangatta – Samarinda. Bunda menyebutkan ‘pulang kampong’. Ya tahun 1982 hingga
tahun 1986 bunda pernah tinggal dan bersekolah di Samarinda. Bunda tinggal di
daerah Jl Juanda Air Putih waktu itu dan bersekolah di SMP Negeri 1 Samarinda
dan SMA Negeri 3 Samarinda. Saat naik ke kelas dua SMA, bunda pindah ke Jakarta
mengikuti tugas Bapak yang kembali dipindahkan.Pekerjaan Bapak memang
mengharuskan kami sekeluarga berpindah-pindah daerah dalam beberapa tahun.
Sebelum
meninggalkan kota Sangatta, menyempatkan berfoto dulu di dua mascot Sangatta. Hahahahaha…..
memenuhi keinginan terpendam juga gurau Bu Maria, karena selama ini dia belum
nemu teman yang bisa diajak foto di dua mascot tersebut, karena Pak Dohar dan
anak-anak tidak pernah mau diajak berfoto disana ^_*
Perjalanan
panjang dimulai. Asli bener-bener perjalanan yang seru, selain memang rute yang
panjang, beberapa kondisi jalanan yang tidak mulus, serta kelak-kelok jalanan
yang ‘aduhai’ sukses membuat bunda ‘melayang’.
Akhirnya mencoba ngemil keripik singkong yang dibawa cukup membantu mengurangi
rasa ‘nano-nano’. Kemudian sempat berhenti sebentar di Tahu Sumedang untuk
menghirup udara dan meluruskan pinggang. Bu Maria sempat membeli tahu goreng
dan tape singkong serta cemilan beberapa gorengan lainnya. Bersyukur setelah
itu mereda dan bisa segar kembali.
Menjelang
tengah hari, kami sudah memasuki kota Samarinda. Tidak terlalu pangling,
walaupun pembangunan gedung dan perubahan kota cukup drastis, namun walau sudah
27 tahun berlalu tetap bisa segera mengenali. Kami menuju ke mall Mesra untuk
makan siang. Memilih resto yang netral kami memilih Solaria. Sembari makan
mencoba kontak dengan teman bunda. Dan Alhamdulillah dia sudah menyiapkan
tempat menginap buat bunda. Segera setelah makan, bunda diantar ke Hotel Mesra Indah.
Bapak
Dohar dan Bu Maria segera akan kembali menempuh perjalanan ke Sangatta. Sementara
Pak Sigid akan pulang ke Jakarta esok pagi dengan pesawat pertama dari bandara
Sepinggan Balikpapan. Berpamitan dengan mereka sempat melarutkan perasaan. Terimakasih
Pak Dohar, Ibu Maria atas undangannya dan kesempatan yang diberikan kepada
bunda. Semoga
apa yang telah bunda sampaikan dan lakukan bisa membawa berkah buat banyak orang,
serta sukses selalu dengan Bahasa Hati
No comments:
Post a Comment